Jadilah Orang Yang Bermanfaat dan Menyenangkan, Hukum Hidup Adalah Hukum Kepercayaan
Share

Get This

Optimalisasi Dana Zakat Dan CSR Perusahaan Sesuai Tuntunan Syariah Oleh : Rahmat Pamungkas

Posted by Cpoeng Alias Poe2ng on 17 Desember 2013



A. Pendahuluan
Poverty is a main  problem in every countries all over the word. Sebuah teori yang dikenal dengan Vicious Cycle of Poverty menyatakan bahwa kemiskinan terjadi karena adanya pendapatan rendah. Semakin besar pendapatan sebuah Negara, maka tingkat kemiskinan semakin meningkat. Beragam ide dan gagasan dari pakar ekonomi telah diaplikasikan guna menanggulangi permasalahan ini, namun jumlah kemiskinan tetap saja masih besar (Nuruddin, 2006)
Zakat mempunyai peranan penting dalam pengembangan sosial masyarakat Islam. Pada dasarnya zakat adalah masuk dalam tatanan sosial, karena beroperasi dalam menjamin sendi-sendi sosial dan dapat mencegah terjadinya kriminal sehingga akan terwujud di antara mereka saling menanggung sesama manusia. Orang yang merasa kuat akan merangkul orang yang lemah, miskin, membantu Ibnus Sabil dan dapat mendekatkan jarak di antara mereka. Zakat berusaha menghilangkan dengki antara orang yang lemah dan kuat. Membantu mereka dalam mengarahkan pada jalan kebaikan dan menolak mereka melakukan hal-hal yang merugikan agama.
Zakat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam. Bagi mereka yang mengingkari kewajiban zakat maka telah kafir, begitu juga mereka yang melarang adanya zakat secara paksa. Jika ada yang menentang adanya zakat harus dipaksa hingga mau melaksanakannya.

B.  Pengaruh Zakat dan CSR Dalam Mewujudkan Keseimbangan Ekonomi dan Sosial

Zakat merupakan sebuah sarana untuk mengentaskan kemiskinan dalam suatu negara dan bahkan merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengurangi kemiskinan yang terjadi di dunia. Dalam hal ekonomi ada beberapa hal yang diperhatikan dalam hal pendayagunaan zakat (Mahmud al-Ba’ly,2006),yaitu:


1.       Zakat diambil secara vertikal dan pembagiannya secara horizontal
Zakat diambil secara vertikal jika telah mencapai nisab, yaitu sebagai ketetapan dengan batasan minimal wajib zakatnya dikeluarkan. Begitu juga dengan ukuran barang yang wajib dikeluarkan pada barang yang wajib dikeluarkan zakat. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang disebutkan dalam Al-Quran.
2.       Zakat yang dikeluarkan dan dapat menutupi kebutuhan adalah sebagai pengeluarannya
Zakat yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan penerima dengan maksud untuk menutupi kebutuhan hidup mereka dan ukuran zakat yang dikeluarkan juga harus sesuai dengan harga-harga di pasaran.
3.       Pengaruh zakat dalam permintaan ekonomi
Permintaan ekonomis adalah kumpulan permintaan individu yang menginginkan suatu barang dengan kemampuan mereka membayar harganya dan berusaha membelinya.
Ketika zakat diambil dari mereka yang memiliki pemasukan tinggi dan diberikan kepada mereka yang memiliki pemasukan terbatas, maka kecondongan konsumtif dari mererka yang memiliki pemasukan tinggi akan lebih sedikit dari mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Dengan arti bahwa kecondongan konsumtif akan semakin besar ketika zakat telah dilaksanakan dibandingkan dengan sebelumnya.
Tidak dipungkiri bahwa zakat adalah sebagai salah satu tambahan bagi pemasukan atau sebagai pemasukkan baru. Hal ini menyebabkan adanya peningkatan pada permintaan terhadap barang. Sedangkan pada sektor produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas sehingga perusahaan akan bergerak maju dan memunculkan perusahaan baru yang akan mengurangi angka pengangguran.
4.       Zakat adalah kebiasaan yang harus dijalankan mengembalikan pemerataan keuangan

Zakat merupakan ketentuan yang wajib dalam sistem ekonomi Islam (obligatory zakatsystem), sehingga pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dikumpulkan, dikelola, atau didistribusikan melalui lembaga Baitul Maal.
Ketentuan atau instrumen yang ditetapkan Allah SWT pada semua aspek kehidupan manusia pada umumnya memiliki dua fungsi utama yang memberikan manfaat bagi individu (nafs) dan kolektif (jama’i). Demikian pula halnya dengan sistem zakat dalam ekonomi Islam yang berfungsi sebagai alat ibadah bagi orang yang membayar zakat (muzakki), yang memberikan kemanfaatan individu (nafs), dan berfungsi sebagai penggerak ekonomi bagi orang-orang di lingkungan yang menjalankan sistem zakat ini, yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i).
Manfaat individu dari zakat adalah bahwa ia akan membersihkan dan menyucikan mereka yang membayar zakat. Zakat akan membersihkan hati manusia dari sifat kekikiran dan cinta harta yang berlebihan, dan zakat akan menyucikan atau menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati manusia. Sementara itu, manfaat kolektif dari zakat adalah bahwa zakat akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak orang lain dalam hartanya. Sifat kebaikan ini yang kemudian mengantarkan zakat memainkan perannya sebagai instrumen yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i). Dengan kelembutan dan kebaikan hati, manusia akan memberikan hartanya pada manusia lain yang membutuhkan. Dengan kata lain, zakat ’memaksa’ manusia yang memiliki kecukupan harta berinteraksi dengan manusia lain yang kekurangan.
Selain itu, eksistensi zakat dalam kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna ibadah dan ekonomi. Di satu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran kepatuhan seseorang pada Allah SWT. Di sisi lain, zakat merupakan variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung. Dari perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan melipatgandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan karena zakat dapat meningkatkan permintaan dan penawaran di pasar yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya sehingga pelaku dan volume pasar dari sisi permintaan meningkat. Distribusi zakat pada golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka memiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu, peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan ’potongan’ sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil. Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro (Ascarya. 2006).
Dari segi sosial zakat, zakat dapat mempengaruhi perilaku sosial masyarakat di suatu negara. Zakat juga dapat mengatasi pengangguran. Ini karena sebagai salah satu kebijakan fiskal, zakat juga bisa didistribusikan dalam bentuk pembukaan lapangan kerja dan dalam bentuk modal produktif.
Zakat merupakan syari’at agama Islam yang mewajibkan kepada para aghniya’ (red, orang kaya) untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk saudara mereka yang dilanda kesulitan finansial. Fakir miskin, orang yang tidak mampu melunasi hutangnya, musafir yang tidak dapat pulang ke rumah, orang yang sedang berjuang di jalan Allah, membebaskan budak, maupun bagi Amil atas jasanya dalam pengumpulan dan distribusi dana zakat.
                Sesungguhnya peranan zakat tidak sekedar memberikan beberapa liter beras ataupun makanan pokok lainnya untuk memnuhi kebutuhan hidupnya selama beberapa hari. Namun bagaimana seorang penerima zakat dapat menghidupi dirinya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya.
Seseorang yang kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya, sedangkan penghasilan yang dimilikinya terbatas, berhak untuk mendapatkan dana zakat sebagai tambahan modal usaha. Besarnya dana zakat yang diberikan adalah sebesar kebutuhannya terhadap modal tersebut baik itu besar maupun kecil.
Ataupun seorang pekerja dengan penghasilan rendah, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka ia berhak untuk mendapatkan dana zakat. Adapun besar zakat yang diberikan adalah sesuai dengan harga barang yang dibutuhkan, hingga ia mampu untuk mandiri selama sisa hidupnya, atau disediakan baginya barang-barang dagangan untuk diperjualbelikan. Dengan keuntungannya ia dapat menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya.
Dari penjelasan di atas, secara ringkas penerapan sistem zakat akan berdampak positif di sektor riil dalam beberapa hal, antara lain:
1.       Zakat menjadi mekanisme baku yang menjamin terdistribusinya pendapatan
dan kekayaan sehingga tidak terjadi kecenderungan penumpukan faktor
produksi pada sekelompok orang yang berpotensi menghambat perputaran
ekonomi;
2.       Zakat merupakan mekanisme perputaran ekonomi (velocity)

F.  Peran Lembaga Zakat dan Perbankan Syariah Dalam Optimalisasi Fungsi Zakat
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu hikmah dari zakat adalah menumbuhkan kegiatan perekonomian di masyarkat. Pertumbuhan tersebut terjadi dikarenakan mereka yang tidak mempunyai modal usaha mendapatkan suntikan dana zakat untuk mengembangkan usahanya. Bagi mereka yang tidak mempunyai biaya untuk konsumsi, dengan dana zakat mereka bisa mengkonsumsi kebutuhan pokok.
Hal ini akan terwujud secara maksimal bila dana zakat dapat dioptimalkan. Diantara indikator optimal tersebut adalah semua muzakki menunaikan kewajibannya untuk membayar zakat , yang nantinya zakat yang didistribusikan dapat mengubah status para mustahik, fakir miskin menjadi berkecukupan, gharim terbebas dari hutangnya, budak menjadi merdeka, ibnu sabil dapat kembali ke rumahnya, dan tegaknya sabilillah (jalan Allah). Dalam tahap optimalisasi peran zakat, maka diperlukan beberapa langkah berikut:
1.       Meningkatkan Kesadaran Muzakki Untuk Berzakat
Saat ini, kesadaran muzakki untuk mengeluarkan 1/40 hartanya untuk berzakat sangatlah kurang. Indonesia sebagai negara muslim terbesar memiliki potensi yang sangat luar biasa dalam dana zakat yang dapat terkumpul. Hasil perhitungan Djamal doa menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 93,295 triliun dengan perkiraan penduduk Indonesia berjumlah 220 juta orang, rata-rata satu keluarga terdiri atas lima orang maka ada 42 juta keluarga, ada sekitar 40 juta orang penduduk atau 8 juta kepala keluarga miskin, sehingga yang berpotensi membayar zakat ada 34 juta keluarga
Data-data diatas menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia sangatlah besar. Karena itu diperlukan beberapa cara untuk meningkatkan kesadaran muzakki untuk mengeluarkan zakatnya:
a. Meluruskan pemahaman masyarakat
b. Memberikan Pemahaman Zakat
c. Menjelaskan Peran Zakat
d. Sosialisasi Via Media
Untuk kelancaran sosialisasi pemahaman dan kesadaran zakat, perlu adanya bantuan dari berbagai media. Media sosialisasi yang bisa dimanfaatkan antara lain:
·         Dakwah Para Da’i
·         Pendidikan Zakat di Sekolah
·         Media Massa
·         Teladan Pemimpin Dalam Membayar Zakat
·         Mendirikan pos-pos layanan konsultasi zakat

2. Mewujudkan Lembaga Amil Zakat Profesional
                Pada saat ini telah banyak berdiri berbagai lembaga amil Zakat di berbagai daerah, namun sebagian besar dari lembaga tersebut tidak memiliki manajemen yang profesional. Padahal profesionalisme sangatlah dibutuhkan dalam pengelolaan dana zakat, sehingga distribusi kekayaan di Indonesia dapat terwujud. Suatu LAZ dapat dikatakan profesional, bila:
·         Memiliki manajemen keuangan yang rapi dan teratur serta terbuka untuk Publik
·         Memiliki pendataan yang lengkap tentang muzakki dan Mustahik
·         Operasional berbasis tekhnologi
·         Mampu mengembangkan dana zakat secara optimal
·         Memiliki manajemen distribusi yang teratur dan tepat pada sasaran.
Adapun langkah harus ditempuh untuk  menuju profesionalisme:
·         Bekerjasama dengan para ta’mir masjid
·         Adanya Komite Audit khusus mengenai manajemen Zakat, Infak, Shadaqah dan wakaf.       
·         Adanya Dewan Pengawas Independen.       
·         Membuat standarisasi pembentukan Lembaga Amil Zakat.
·         Penggunaan Sumber Daya Manusia yang amanah, kompeten, dan profesional.

Oleh karena itu diperlukan beberapa cara untuk mewujudkan SDM yang amanah, kompeten dan profesional:              
1.       Menjadikan amil sebagai sebuah profesi yang menuntut untuk bekerja All time, sehingga mereka dapat mencurahkan seluruh perhatiannya untuk mengelola dana zakat. Hal ini akan mewujudkan sumber daya yang profesional.
2.       Mengadakan pelatihan bagi para pengelola LAZ. Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi para amil. Pelatihan ini mencakup pelatihan pencatatan keuangan, pengelolaan dana secara profesioanal dan lainnya.
3.       Pendirian lembaga formal mengenai manajemen zakat. Hingga saat ini baru terdapat satu institut di Indonesia yang concern terhadap manajemen zakat, yakni Institut Manajemen Zakat yang terletak di Ciputat, padahal kebutuhan LAZ atu BAZ di daerah-daerah terhadap SDM yang ahli sangatlah besar. Oleh karena itu hendaknya dibangun institut-institut lainnya di seluruh Indonesia, sehingga mereka yang ada di Indonesia Timur, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dapat memperoleh pendidikan formal tentang zakat.
4.       Adanya asosiasi LAZ. Perkumpulan ini diperlukan guna meningkatkan kualitas masing-masing LAZ dengan saling berbagi informasi mengenai kendala yang dihadapi dan solusi pemecahannya. Disamping itu dengan adanya perkumpulan ini mereka dapat menyuarakan aspirasi mereka dan membahas bersama dalam mengoptimalkan peran zakat dalam mendistribusikan kekayaan di Indonesia.
5.       Menggunakan sarana tekhnologi. Sarana ini amatlah penting guna menunjang operasional manajemen pengolahan dana zakat, dengan tekhnologi mereka dapat membentuk database para mustahik secara akurat. Disamping itu memudahkan mereka dalam perhitungan dana zakat. Tekhnologi ini akan lebih memberikan manfaatnya bila didukung oleh terciptanya sebuah software tentang zakat dan cara perhitungannya.

3.       Meningkatkan kepercayaan Muzakki terhadap LAZ
Kepercayaan para muzakki sangatlah dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran zakat. Manakala mereka kepercayaan itu sirna, maka mereka tidak akan menyerahkan dana zakatnya ke para lembaga Amil tersebut. Mereka akan menyerahkannya sendiri kepada para mustahik, atau mereka enggan membayar zakat. Apabila ini terjadi maka dana zakat yang dapat dimanfaatkan dan dikelola hanyalah sedikit, sehingga peran zakat tidak dapat teroptimalkan dengan baik
“Kepercayaan itu mahal. Sekali kepercayaan umat Islam kepada Badan Amil Zakat (BAZ) luntur, sulit kita untuk menjalankan ibadah dengan baik untuk kepentingan umat Islam dan kesejahteraan mereka," ujar Presiden Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Zakat, Infak, dan Sedekah (Bulan Zakat) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/10).
                Pada saat ini sikap ketidakpercayaan tersebut terlihat dengan sedikitnya dana zakat yang terkumpul bila dibandingkan dengan potensi yang seharusnya. Untuk meningkatkan kepercayaan diperlukan beberapa cara:
·         Mewujudkan LAZ profesional, sebagaimana yang telah diterangkan diatas.
·         Memahamkan masyarakat akan pentingnya menyerahkan dana zakat kepada para amil. Dimana, dana tersebut akan dikelola dan dikembangkan secara profesional, sehingga memberikan manfaat yang lebih kepada para mustahik. Semakin besar dana yang dikelola oleh LAZ maka semakin besar pula manfaat zakat yang dapat diperoleh.
·         Transparansi manajemen keuangan. Keterbukaan mengenai sirkulaisi keuangan akan mengikis persepsi buruk mereka terhadap Lembaga Amil yang bersangkutan. Dengan adanya keterbukaan, masyarakat akan mengetahui secara lengkap mengenai sirkulasi pengolahan dana zakat. Dan manakala mereka merasa puas dengan laporan yang disajikan, maka tingkat kepercayaan mereka akan semakin bertambah. Sebaliknya, manakala mereka merasa tidak puas, maka tingkat kepercayaan mereka akan semakin menurun.
        Transparansi ini dapat dilakukan melalui publikasi di berbagai media masa dan akan lebih baik lagi bila mengirimkan surat laporan kepada para muzakki, sehingga mereka merasa puas bahwa dana yang mereka salurkan telah didistrubusikan secara baik.

4.       Mendorong partisipasi pemerintah
Semua tindakan dan langkah untuk mengoptimalkan zakat tidak akan dapat optimal tanpa adanya campur tangan pemerintah sebagai penguasa. Hal ini karena pemerintah memiliki daya ikat dan daya paksa untuk menuntut seseorang untuk mengeluarkan zakat. Oleh karena itu diperlukan undang-undang zakat yang secara tegas mengatur tentang zakat. Undang-undang zakat yang telah ditetapkan pada tahun 1999 oleh Habibi tidaklah membahas secara tegas tegas tentang zakat. UU tersebut hanya membahas tentang definisi dan pembentukan LAZ dan sanksi bagi LAZ yang menyalahkan amanatnya. Walaupun demikian ia tidak menyertakan tentang standarisasi yang diperlukan untuk membentuk LAZ.
UU 1999 tidaklah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan zakat di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan undang-undang dengan adanya ketegasan sanksi bagi mereka yang enggan untuk membayar zakat.

5.       Pengelolaan dan pemberdayaan dana zakat secara produktif
Pendistribusian harta zakat untuk konsumsi masyarakat kurang memberikan manfaat yang signifikan untuk mengubah status mereka. Hal ini karena dana zakat yang diterima oleh mustahik hanya akan membantu mereka selama beberapa saja, bila hanya dimanfaatkan untuk konsumsi. Pengelolaan dana zakat akan lebih bermanfaat dengan pengalokasian dana zakat untuk produksi.
Pada saat ini bermunculan wacana untuk melakukan investasi terhadap dana zakat tanpa seizin mustahik. Namun hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra diantara para fuqaha dan para ekonom. Oleh karena itu, penulis ingin memberikan solusi untuk mengelola dana zakat terlepas wacana pro dan kontra tersebut. Adapun langkah tersebut adalah sebagaimana berikut:
·         Memberikan suntikan modal kepada para mustahik yang mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha. Santunan ini diiringi oleh pendampingan dan monitoring.
·         Memberikan pelatihan-pelatihan ketrampilan kepada para mustahik yang tidak memiliki kemampuan atau keahlian untuk bekerja. Dan setelah mereka mumpuni dengan ketrampilan yang dilatih, mereka akan disalurkan kepada para pengusaha yang membutuhkan.
·         Membentuk para mustahik beberapa kelompok usaha dengan dimodali dana zakat. Solusi ini dapat tercapai secara maksimal bila LAZ memiliki manajer investasi dan para amil yang memiliki kompeten dalam dunia bisnis.

Dari penjelasan di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam optimalisasi fungsi zakat:
1.       Lembaga-lembaga zakat seharusnya memberikan pemahaman yang intens kepada masyarakat akan makna filosofis zakat sebagai ajaran yang sarat dimensi sosial, bukan hanya kewajiban agama dan hubungan transendental.
2.       Pemerintah sejatinya tidak hanya membentuk lembaga-lembaga zakat, seperti BAZNAZ, LAZ, dan lain sebagainya, tetapi sudah selayaknya memasukkan zakat sebagai bagian yang integral dari kebijakal fiskal negara (obligatory zakat system
3.       Penerapan zakat tidak akan berjalan optimal tanpa ada dukungan penuh oleh pemerintah, maka di samping membuat regulasi wajib zakat, pemerintah juga harus menetapkan sanksi tegas kepada umat Islam yang tidak membayar zakat.
4.       Karena cakupan fii sabilillah sangat luas, pemerintah perlu kiranya mengalokasikan sebagian dana zakat untuk pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun level.
5.       Karena masalah utama di Indonesia adalah kemiskinan yang diakibatkan pengangguran, lembaga-lembaga zakat seharusnya memberikan dana zakat dalam bentuk modal produktif atau dengan mengalokasikan dana zakat untuk membangun lapangan kerja.
KESIMPULAN
Zakat mempunyai peranan penting dalam mewujudkan rasa solidaritas sosial bagi individu masyarakat Islam. Ia dapat mengokohkan ikatan sosial antar umat. Dengan mengeluarkan zakat atas dasar kebaikan hati, maka akan nampak rasa belas kasih orang kaya terhadap orang fakir, dan hati orang yang fakir akan dipenuhi perasaan cinta kepadanya. Jadi, zakat dtinjau dari kefarduan dan ketertentuan mengeluarkannya adalah gambaran sistem Islam yang hak dan telah diatur oleh Allah al-Aziz yang telah mensyariatkan pada hamba-hamba-Nya apa yang mengandung keberuntungan di dunia kenikmatan di akhirat. Allah swt berfirman,

Artinya: “Orang-orang mukmin (laki-laki) dan orang-orang mukmin (perempuan), sebagian mereka adalah kekasih pada yang lain. Mereka memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang akan dikasihani Allah Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS. Al-Taubah : 71)
Zakat adalah keuangan Islam yang paing fundamental dalam pengembangan harta. Disamping itu ia merupakan salah satu perangkat politis keuangan islam dalam menghimpun penghasilan yang berlebih untuk pengembangan harta, yaitu dengan cara mengembangkan hasil produksi dan penghasilan. Pengembangan ini akan mendorong kepada berkurangnya jumlah pengangguran dan kemiskinan.
Begitu pula sistem pajak, ia memiliki fungsi yang sama dengan zakat. Ia adalah kewajiban rakyat yang harus dibayarkan kepada pemerintah yang nantinya akan dikembalikan dalam bentuk kemaslahatan bersama. Akan tetapi ada sejumlah perbedaan diantara keduanya. Oleh karena itu zakat dan pajak tidakah saling menggantikan satu sama lain, namun saling melengkapi satu sama lain.
Tujuan solidaritas sosial dari zakat adalah menciptakan komitmen antar individu masayarakat terhadap sebagian yang lain untuk saling mengasihi, menyayangi, mencintai, berbuat baik, memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran sebagaimana ayat di atas. Bahkan juga mencakup kesanggupan tiap individu yang memiliki kemampuan untuk menolong saudaranya yang membutuhkan.
Menerapkan solidaritas sosial ini termasuk dalam aplikasi firman Allah swt :

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah saudara, maka berbuat baiklah di antara saudara kamu sekalian”. (QS. Al-Hujurat : 10).
Juga terdapat dalam firman Allah swt :

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya, dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian (Mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Serta juga sebagai bentuk aplikasi dari sabda Rasulullah saw:
مثل المؤمنين فى توادهم وتراحمهم كمثل الجسد اذا اشتكى عضو منه تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى (متفق عليه)
Artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai dan menyayangi seperti halnya tubuh; jika salah satu anggotanya mengadu, maka anggota yang lainnya turut mengawasi dan melindungi” (Muttafaq Alaih).
REFERENSI
Aflah, Kuntoro Noor dan Tajang, Mohd. Nasir, Zakat & Peran Negara. Jakarta: FOZ,
2006.
Al-Qaradawi, Yusuf. 1993. Fiqhus Zakat (Hukum Zakat). Alih bahasa oleh Salman Harun dkk. Bogor : Litera AntarNusa
Al-Jaziri, Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab,bab 4. Penerjemah Chatibul Umam,
dkk. T.tp., Darul Ulum press, 1996.
Ali, Nuruddin (2006). Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Raja Grafindo Persada Jakarta
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, Bank Indonesia, 2006
Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: Gema Insani Press,
2002.
Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta : Gema Insani Press.
Mahmud al-Ba’ly, Abdul al-Hamid, Ekonomi Zakat sebuah kajian moneter dan keuangan syariah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
Qadir, Abdurrachman, Zakat dalam dimensi sosial dan mahdhah. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2001.
Qhardawi, Yusuf, Fiqh Zakat, juz I, Cet.4. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1997a

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar