A. Pendahuluan
Poverty is a main problem in every countries all over the word.
Sebuah teori yang dikenal dengan Vicious Cycle of Poverty menyatakan
bahwa kemiskinan terjadi karena adanya pendapatan rendah. Semakin besar
pendapatan sebuah Negara, maka tingkat kemiskinan semakin meningkat. Beragam
ide dan gagasan dari pakar ekonomi telah diaplikasikan guna menanggulangi
permasalahan ini, namun jumlah kemiskinan
tetap saja masih besar (Nuruddin, 2006)
Zakat mempunyai peranan penting dalam
pengembangan sosial masyarakat Islam. Pada dasarnya zakat adalah masuk dalam
tatanan sosial, karena beroperasi dalam menjamin sendi-sendi sosial dan dapat mencegah
terjadinya kriminal sehingga akan terwujud di antara mereka saling menanggung
sesama manusia. Orang yang merasa kuat akan merangkul orang yang lemah, miskin,
membantu Ibnus Sabil dan dapat mendekatkan jarak di antara mereka. Zakat
berusaha menghilangkan dengki antara orang yang lemah dan kuat. Membantu mereka
dalam mengarahkan pada jalan kebaikan dan menolak mereka melakukan hal-hal yang
merugikan agama.
Zakat
adalah suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Quran,
As-Sunnah, dan Ijma para ulama. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang
selalu disebutkan sejajar dengan shalat. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat
sebagai salah satu rukun Islam. Bagi mereka yang mengingkari kewajiban zakat
maka telah kafir, begitu juga mereka yang melarang adanya zakat secara paksa.
Jika ada yang menentang adanya zakat harus dipaksa hingga mau melaksanakannya.
B. Pengaruh Zakat dan CSR Dalam Mewujudkan
Keseimbangan Ekonomi dan Sosial
Zakat
merupakan sebuah sarana untuk mengentaskan kemiskinan dalam suatu negara dan
bahkan merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengurangi kemiskinan yang
terjadi di dunia. Dalam hal ekonomi ada beberapa hal yang diperhatikan dalam hal
pendayagunaan zakat (Mahmud al-Ba’ly,2006),yaitu:
1.
Zakat
diambil secara vertikal dan pembagiannya secara horizontal
Zakat diambil secara vertikal jika telah mencapai nisab,
yaitu sebagai ketetapan dengan batasan minimal wajib zakatnya dikeluarkan.
Begitu juga dengan ukuran barang yang wajib dikeluarkan pada barang yang wajib
dikeluarkan zakat. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau
merata kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang
disebutkan dalam Al-Quran.
2.
Zakat
yang dikeluarkan dan dapat menutupi kebutuhan adalah sebagai pengeluarannya
Zakat yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan penerima
dengan maksud untuk menutupi kebutuhan hidup mereka dan ukuran zakat yang
dikeluarkan juga harus sesuai dengan harga-harga di pasaran.
3.
Pengaruh
zakat dalam permintaan ekonomi
Permintaan ekonomis adalah kumpulan permintaan individu
yang menginginkan suatu barang dengan kemampuan mereka membayar harganya dan
berusaha membelinya.
Ketika zakat diambil dari mereka yang memiliki pemasukan
tinggi dan diberikan kepada mereka yang memiliki pemasukan terbatas, maka
kecondongan konsumtif dari mererka yang memiliki pemasukan tinggi akan lebih
sedikit dari mereka yang memiliki penghasilan terbatas. Dengan arti bahwa
kecondongan konsumtif akan semakin besar ketika zakat telah dilaksanakan
dibandingkan dengan sebelumnya.
Tidak dipungkiri bahwa zakat adalah sebagai salah satu
tambahan bagi pemasukan atau sebagai pemasukkan baru. Hal ini menyebabkan
adanya peningkatan pada permintaan terhadap barang. Sedangkan pada sektor
produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas sehingga perusahaan akan bergerak
maju dan memunculkan perusahaan baru yang akan mengurangi angka pengangguran.
4.
Zakat
adalah kebiasaan yang harus dijalankan mengembalikan pemerataan keuangan
Zakat merupakan ketentuan
yang wajib dalam sistem ekonomi Islam (obligatory zakatsystem), sehingga
pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan
hukum. Zakat dikumpulkan, dikelola, atau didistribusikan melalui lembaga Baitul
Maal.
Ketentuan atau instrumen yang
ditetapkan Allah SWT pada semua aspek kehidupan manusia pada umumnya
memiliki dua fungsi utama yang memberikan manfaat bagi individu (nafs)
dan kolektif (jama’i). Demikian pula halnya dengan sistem zakat dalam
ekonomi Islam yang berfungsi sebagai alat ibadah bagi orang yang membayar
zakat (muzakki), yang memberikan kemanfaatan individu (nafs), dan
berfungsi sebagai penggerak ekonomi bagi orang-orang di lingkungan yang
menjalankan sistem zakat ini, yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i).
Manfaat individu dari zakat
adalah bahwa ia akan membersihkan dan menyucikan mereka yang membayar zakat.
Zakat akan membersihkan hati manusia dari sifat kekikiran dan cinta harta yang
berlebihan, dan zakat akan menyucikan atau menyuburkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati manusia. Sementara itu, manfaat kolektif dari zakat adalah bahwa
zakat akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak
orang lain dalam hartanya. Sifat kebaikan ini yang kemudian mengantarkan zakat
memainkan perannya sebagai instrumen yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i).
Dengan kelembutan dan kebaikan hati, manusia akan memberikan hartanya pada
manusia lain yang membutuhkan. Dengan kata lain, zakat ’memaksa’ manusia yang
memiliki kecukupan harta berinteraksi dengan manusia lain yang kekurangan.
Selain itu, eksistensi zakat dalam
kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna
ibadah dan ekonomi. Di satu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi
mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran
kepatuhan seseorang pada Allah SWT. Di sisi lain, zakat merupakan variabel
utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi
aman untuk terus berlangsung. Dari perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan
melipatgandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan karena
zakat dapat meningkatkan permintaan dan penawaran di pasar yang kemudian
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi
golongan manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya sehingga
pelaku dan volume pasar dari sisi permintaan meningkat. Distribusi zakat pada
golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka
memiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu,
peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi
penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan
’potongan’ sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk
investasi di sektor riil. Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro (Ascarya. 2006).
Dari segi sosial
zakat, zakat dapat mempengaruhi perilaku sosial masyarakat di suatu negara. Zakat juga dapat mengatasi
pengangguran. Ini karena sebagai salah satu kebijakan fiskal, zakat juga bisa
didistribusikan dalam bentuk pembukaan lapangan kerja dan dalam bentuk modal
produktif.
Zakat merupakan
syari’at agama Islam yang mewajibkan kepada para aghniya’ (red, orang kaya) untuk
menyisihkan sebagian hartanya untuk saudara mereka yang dilanda kesulitan
finansial. Fakir miskin, orang yang tidak mampu melunasi hutangnya, musafir
yang tidak dapat pulang ke rumah, orang yang sedang berjuang di jalan Allah,
membebaskan budak, maupun bagi Amil atas jasanya dalam pengumpulan dan
distribusi dana zakat.
Sesungguhnya peranan zakat tidak sekedar memberikan
beberapa liter beras ataupun makanan pokok lainnya untuk memnuhi kebutuhan
hidupnya selama beberapa hari. Namun bagaimana seorang penerima zakat dapat
menghidupi dirinya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya.
Seseorang yang
kekurangan modal dalam mengembangkan usahanya, sedangkan penghasilan yang
dimilikinya terbatas, berhak untuk mendapatkan dana zakat sebagai tambahan
modal usaha. Besarnya dana zakat yang diberikan adalah sebesar kebutuhannya
terhadap modal tersebut baik itu besar maupun kecil.
Ataupun seorang
pekerja dengan penghasilan rendah, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan
sehari-harinya, maka ia berhak untuk mendapatkan dana zakat. Adapun besar zakat
yang diberikan adalah sesuai dengan harga barang yang dibutuhkan, hingga ia
mampu untuk mandiri selama sisa hidupnya, atau disediakan baginya barang-barang
dagangan untuk diperjualbelikan. Dengan keuntungannya ia dapat menafkahi
dirinya sendiri dan keluarganya.
Dari penjelasan di atas, secara ringkas penerapan
sistem zakat akan berdampak positif di sektor riil dalam beberapa hal, antara
lain:
1.
Zakat menjadi mekanisme baku
yang menjamin terdistribusinya pendapatan
dan kekayaan sehingga tidak
terjadi kecenderungan penumpukan faktor
produksi pada sekelompok
orang yang berpotensi menghambat perputaran
ekonomi;
2.
Zakat merupakan mekanisme
perputaran ekonomi (velocity)
F. Peran Lembaga Zakat dan Perbankan Syariah
Dalam Optimalisasi Fungsi Zakat
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah
satu hikmah dari zakat adalah menumbuhkan kegiatan perekonomian di masyarkat.
Pertumbuhan tersebut terjadi dikarenakan mereka yang tidak mempunyai modal
usaha mendapatkan suntikan dana zakat untuk mengembangkan usahanya. Bagi mereka
yang tidak mempunyai biaya untuk konsumsi, dengan dana zakat mereka bisa
mengkonsumsi kebutuhan pokok.
Hal ini akan terwujud secara maksimal bila dana
zakat dapat dioptimalkan. Diantara indikator optimal tersebut adalah semua
muzakki menunaikan kewajibannya untuk membayar zakat , yang nantinya zakat yang
didistribusikan dapat mengubah status para mustahik, fakir miskin menjadi
berkecukupan, gharim terbebas dari hutangnya, budak menjadi merdeka, ibnu sabil
dapat kembali ke rumahnya, dan tegaknya sabilillah (jalan Allah). Dalam
tahap optimalisasi peran zakat, maka diperlukan beberapa langkah berikut:
1. Meningkatkan Kesadaran Muzakki Untuk Berzakat
Saat ini, kesadaran muzakki untuk mengeluarkan 1/40
hartanya untuk berzakat sangatlah kurang. Indonesia sebagai negara muslim
terbesar memiliki potensi yang sangat luar biasa dalam dana zakat yang dapat
terkumpul. Hasil perhitungan Djamal doa menunjukkan bahwa potensi zakat di
Indonesia sebesar Rp 93,295 triliun dengan perkiraan penduduk Indonesia
berjumlah 220 juta orang, rata-rata satu keluarga terdiri atas lima orang maka
ada 42 juta keluarga, ada sekitar 40 juta orang penduduk atau 8 juta kepala
keluarga miskin, sehingga yang berpotensi membayar zakat ada 34 juta keluarga
Data-data diatas menunjukkan bahwa potensi zakat di
Indonesia sangatlah besar. Karena itu diperlukan beberapa cara untuk
meningkatkan kesadaran muzakki untuk mengeluarkan zakatnya:
a. Meluruskan pemahaman masyarakat
b. Memberikan Pemahaman Zakat
c. Menjelaskan Peran Zakat
d. Sosialisasi Via Media
Untuk kelancaran sosialisasi pemahaman
dan kesadaran zakat, perlu adanya bantuan dari berbagai media. Media
sosialisasi yang bisa dimanfaatkan antara lain:
·
Dakwah Para Da’i
·
Pendidikan Zakat di Sekolah
·
Media Massa
·
Teladan Pemimpin Dalam Membayar
Zakat
·
Mendirikan pos-pos layanan
konsultasi zakat
2. Mewujudkan Lembaga Amil Zakat
Profesional
Pada
saat ini telah banyak berdiri berbagai lembaga amil Zakat di berbagai daerah,
namun sebagian besar dari lembaga tersebut tidak memiliki manajemen yang
profesional. Padahal profesionalisme sangatlah dibutuhkan dalam pengelolaan
dana zakat, sehingga distribusi kekayaan di Indonesia dapat terwujud. Suatu
LAZ dapat dikatakan profesional, bila:
·
Memiliki manajemen keuangan yang rapi dan teratur serta
terbuka untuk Publik
·
Memiliki pendataan yang lengkap tentang muzakki dan Mustahik
·
Operasional berbasis tekhnologi
·
Mampu mengembangkan dana zakat secara optimal
·
Memiliki manajemen distribusi yang
teratur dan tepat pada sasaran.
Adapun
langkah harus ditempuh untuk menuju profesionalisme:
·
Bekerjasama dengan para ta’mir masjid
·
Adanya Komite Audit khusus mengenai manajemen Zakat, Infak,
Shadaqah dan wakaf.
·
Adanya Dewan Pengawas Independen.
·
Membuat standarisasi pembentukan Lembaga Amil Zakat.
·
Penggunaan Sumber Daya Manusia
yang amanah, kompeten, dan profesional.
Oleh karena itu diperlukan beberapa cara untuk
mewujudkan SDM yang amanah, kompeten dan profesional:
1.
Menjadikan amil sebagai sebuah
profesi yang menuntut untuk bekerja All time, sehingga mereka dapat mencurahkan
seluruh perhatiannya untuk mengelola dana zakat. Hal ini
akan mewujudkan sumber daya yang profesional.
2. Mengadakan pelatihan bagi para pengelola LAZ.
Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi para amil. Pelatihan
ini mencakup pelatihan pencatatan keuangan, pengelolaan dana secara
profesioanal dan lainnya.
3. Pendirian lembaga formal mengenai manajemen zakat.
Hingga saat ini baru terdapat satu institut di Indonesia yang concern terhadap
manajemen zakat, yakni Institut Manajemen Zakat yang terletak di Ciputat,
padahal kebutuhan LAZ atu BAZ di daerah-daerah terhadap SDM yang ahli sangatlah
besar. Oleh karena itu hendaknya dibangun institut-institut lainnya di seluruh
Indonesia, sehingga mereka yang ada di Indonesia Timur, Sumatera, Kalimantan
dan Sulawesi dapat memperoleh pendidikan formal tentang zakat.
4. Adanya asosiasi LAZ. Perkumpulan ini diperlukan guna
meningkatkan kualitas masing-masing LAZ dengan saling berbagi informasi
mengenai kendala yang dihadapi dan solusi pemecahannya. Disamping itu dengan
adanya perkumpulan ini mereka dapat menyuarakan aspirasi mereka dan membahas
bersama dalam mengoptimalkan peran zakat dalam mendistribusikan kekayaan di
Indonesia.
5. Menggunakan sarana tekhnologi. Sarana ini amatlah
penting guna menunjang operasional manajemen pengolahan dana zakat, dengan
tekhnologi mereka dapat membentuk database para mustahik secara akurat.
Disamping itu memudahkan mereka dalam perhitungan dana zakat. Tekhnologi ini
akan lebih memberikan manfaatnya bila didukung oleh terciptanya sebuah software
tentang zakat dan cara perhitungannya.
3.
Meningkatkan kepercayaan Muzakki terhadap LAZ
Kepercayaan para muzakki sangatlah
dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran zakat. Manakala mereka kepercayaan itu
sirna, maka mereka tidak akan menyerahkan dana zakatnya ke para lembaga Amil
tersebut. Mereka akan menyerahkannya sendiri kepada para mustahik, atau mereka
enggan membayar zakat. Apabila ini terjadi maka dana zakat yang dapat
dimanfaatkan dan dikelola hanyalah sedikit, sehingga peran zakat tidak dapat
teroptimalkan dengan baik
“Kepercayaan itu mahal. Sekali
kepercayaan umat Islam kepada Badan Amil Zakat (BAZ) luntur, sulit kita untuk
menjalankan ibadah dengan baik untuk kepentingan umat Islam dan kesejahteraan
mereka," ujar Presiden Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Zakat, Infak,
dan Sedekah (Bulan Zakat) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/10).
Pada
saat ini sikap ketidakpercayaan tersebut terlihat dengan sedikitnya dana zakat
yang terkumpul bila dibandingkan dengan potensi yang seharusnya. Untuk
meningkatkan kepercayaan diperlukan beberapa cara:
·
Mewujudkan LAZ profesional,
sebagaimana yang telah diterangkan diatas.
·
Memahamkan masyarakat akan
pentingnya menyerahkan dana zakat kepada para amil. Dimana, dana tersebut akan
dikelola dan dikembangkan secara profesional, sehingga memberikan manfaat yang
lebih kepada para mustahik. Semakin besar dana yang dikelola oleh LAZ maka
semakin besar pula manfaat zakat yang dapat diperoleh.
·
Transparansi manajemen keuangan.
Keterbukaan mengenai sirkulaisi keuangan akan mengikis persepsi buruk mereka
terhadap Lembaga Amil yang bersangkutan. Dengan adanya keterbukaan, masyarakat
akan mengetahui secara lengkap mengenai sirkulasi pengolahan dana zakat. Dan
manakala mereka merasa puas dengan laporan yang disajikan, maka tingkat
kepercayaan mereka akan semakin bertambah. Sebaliknya, manakala mereka merasa
tidak puas, maka tingkat kepercayaan mereka akan semakin menurun.
Transparansi
ini dapat dilakukan melalui publikasi di berbagai media masa dan akan lebih
baik lagi bila mengirimkan surat laporan kepada para muzakki, sehingga mereka
merasa puas bahwa dana yang mereka salurkan telah didistrubusikan secara baik.
4.
Mendorong partisipasi pemerintah
Semua tindakan dan langkah untuk
mengoptimalkan zakat tidak akan dapat optimal tanpa adanya campur tangan
pemerintah sebagai penguasa. Hal ini karena pemerintah memiliki daya ikat dan
daya paksa untuk menuntut seseorang untuk mengeluarkan zakat. Oleh karena itu
diperlukan undang-undang zakat yang secara tegas mengatur tentang zakat.
Undang-undang zakat yang telah ditetapkan pada tahun 1999 oleh Habibi tidaklah
membahas secara tegas tegas tentang zakat. UU tersebut hanya membahas tentang
definisi dan pembentukan LAZ dan sanksi bagi LAZ yang menyalahkan amanatnya.
Walaupun demikian ia tidak menyertakan tentang standarisasi yang diperlukan
untuk membentuk LAZ.
UU 1999 tidaklah memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perkembangan zakat di Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan penyempurnaan undang-undang dengan adanya ketegasan sanksi bagi
mereka yang enggan untuk membayar zakat.
5. Pengelolaan dan pemberdayaan dana zakat secara
produktif
Pendistribusian harta zakat untuk
konsumsi masyarakat kurang memberikan manfaat yang signifikan untuk mengubah
status mereka. Hal ini karena dana zakat yang diterima oleh mustahik hanya akan
membantu mereka selama beberapa saja, bila hanya dimanfaatkan untuk konsumsi.
Pengelolaan dana zakat akan lebih bermanfaat dengan pengalokasian dana zakat
untuk produksi.
Pada saat ini bermunculan wacana untuk
melakukan investasi terhadap dana zakat tanpa seizin mustahik. Namun hal ini menimbulkan berbagai pro dan kontra
diantara para fuqaha dan para ekonom. Oleh karena itu, penulis ingin memberikan
solusi untuk mengelola dana zakat terlepas wacana pro dan kontra tersebut.
Adapun langkah tersebut adalah sebagaimana berikut:
·
Memberikan suntikan modal kepada para mustahik yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha. Santunan ini diiringi oleh
pendampingan dan monitoring.
·
Memberikan pelatihan-pelatihan ketrampilan kepada para
mustahik yang tidak memiliki kemampuan atau keahlian untuk bekerja. Dan setelah
mereka mumpuni dengan ketrampilan yang dilatih, mereka akan disalurkan kepada
para pengusaha yang membutuhkan.
·
Membentuk para mustahik beberapa
kelompok usaha dengan dimodali dana zakat. Solusi ini dapat tercapai secara
maksimal bila LAZ memiliki manajer investasi dan para amil yang memiliki
kompeten dalam dunia bisnis.
Dari penjelasan di atas, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam optimalisasi fungsi zakat:
1. Lembaga-lembaga zakat
seharusnya memberikan pemahaman yang intens kepada masyarakat akan makna
filosofis zakat sebagai ajaran yang sarat dimensi sosial, bukan hanya kewajiban
agama dan hubungan transendental.
2. Pemerintah sejatinya tidak
hanya membentuk lembaga-lembaga zakat, seperti BAZNAZ, LAZ, dan lain
sebagainya, tetapi sudah selayaknya memasukkan zakat sebagai bagian yang
integral dari kebijakal fiskal negara (obligatory zakat system
3. Penerapan zakat tidak akan
berjalan optimal tanpa ada dukungan penuh oleh pemerintah, maka di samping
membuat regulasi wajib zakat, pemerintah juga harus menetapkan sanksi tegas
kepada umat Islam yang tidak membayar zakat.
4. Karena cakupan
fii sabilillah sangat luas, pemerintah perlu kiranya mengalokasikan
sebagian dana zakat untuk pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang
tertinggal dan terpencil dengan membangun fasilitas transportasi dan
komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai
jenis maupun level.
5. Karena masalah utama di
Indonesia adalah kemiskinan yang diakibatkan pengangguran, lembaga-lembaga
zakat seharusnya memberikan dana zakat dalam bentuk modal produktif atau dengan
mengalokasikan dana zakat untuk membangun lapangan kerja.
KESIMPULAN
Zakat mempunyai peranan penting dalam mewujudkan rasa
solidaritas sosial bagi individu masyarakat Islam. Ia dapat mengokohkan ikatan
sosial antar umat. Dengan mengeluarkan zakat atas dasar kebaikan hati, maka akan
nampak rasa belas kasih orang kaya terhadap orang fakir, dan hati orang yang
fakir akan dipenuhi perasaan cinta kepadanya. Jadi, zakat dtinjau dari
kefarduan dan ketertentuan mengeluarkannya adalah gambaran sistem Islam yang
hak dan telah diatur oleh Allah al-Aziz yang telah mensyariatkan pada
hamba-hamba-Nya apa yang mengandung keberuntungan di dunia kenikmatan di
akhirat. Allah swt berfirman,
Artinya: “Orang-orang mukmin (laki-laki) dan orang-orang
mukmin (perempuan), sebagian mereka adalah kekasih pada yang lain. Mereka
memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, serta taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang akan
dikasihani Allah Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS.
Al-Taubah : 71)
Zakat adalah keuangan Islam yang paing fundamental dalam
pengembangan harta. Disamping itu ia merupakan salah satu perangkat politis
keuangan islam dalam menghimpun penghasilan yang berlebih untuk pengembangan
harta, yaitu dengan cara mengembangkan hasil produksi dan penghasilan.
Pengembangan ini akan mendorong kepada berkurangnya jumlah pengangguran dan
kemiskinan.
Begitu pula sistem pajak, ia memiliki fungsi yang sama
dengan zakat. Ia adalah kewajiban rakyat yang harus dibayarkan kepada
pemerintah yang nantinya akan dikembalikan dalam bentuk kemaslahatan bersama.
Akan tetapi ada sejumlah perbedaan diantara keduanya. Oleh karena itu zakat dan
pajak tidakah saling menggantikan satu sama lain, namun saling melengkapi satu
sama lain.
Tujuan solidaritas sosial dari zakat adalah menciptakan
komitmen antar individu masayarakat terhadap sebagian yang lain untuk saling
mengasihi, menyayangi, mencintai, berbuat baik, memerintah kebaikan dan
melarang kemungkaran sebagaimana ayat di atas. Bahkan juga mencakup kesanggupan
tiap individu yang memiliki kemampuan untuk menolong saudaranya yang
membutuhkan.
Menerapkan
solidaritas sosial ini termasuk dalam aplikasi firman Allah swt :
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu adalah saudara, maka berbuat baiklah di antara saudara
kamu sekalian”. (QS. Al-Hujurat : 10).
Juga terdapat dalam firman
Allah swt :
”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya, dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian (Mu) kepada sesuatu
kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”.
Serta juga sebagai bentuk
aplikasi dari sabda Rasulullah saw:
مثل المؤمنين فى
توادهم وتراحمهم كمثل الجسد اذا اشتكى عضو منه تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
(متفق عليه)
Artinya: “Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam saling mencintai dan menyayangi seperti halnya tubuh;
jika salah satu anggotanya mengadu, maka anggota yang lainnya turut mengawasi
dan melindungi” (Muttafaq Alaih).
REFERENSI
Aflah,
Kuntoro Noor dan Tajang, Mohd. Nasir, Zakat & Peran Negara. Jakarta:
FOZ,
2006.
Al-Qaradawi, Yusuf. 1993. Fiqhus Zakat (Hukum Zakat). Alih bahasa oleh Salman Harun dkk.
Bogor : Litera AntarNusa
Al-Jaziri,
Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab,bab 4. Penerjemah Chatibul Umam,
dkk.
T.tp., Darul Ulum press, 1996.
Ali,
Nuruddin (2006). Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Raja
Grafindo Persada
Jakarta
Ascarya,
Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan
Praktek di Beberapa Negara, Bank Indonesia, 2006
Hafidhuddin,
Didin. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: Gema Insani Press,
2002.
Hafidhuddin,
Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta : Gema
Insani Press.
Mahmud al-Ba’ly, Abdul al-Hamid, Ekonomi Zakat sebuah
kajian moneter dan keuangan syariah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
Qadir,
Abdurrachman, Zakat dalam dimensi sosial dan mahdhah. Jakarta:
PT.RajaGrafindo
Persada, 2001.
Qhardawi,
Yusuf, Fiqh Zakat, juz I, Cet.4. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1997a